Selasa, 18 September 2012

5 Dewi Dalam Keyakinan Masyarakat Jepang

Masyarakat Jepang dahulu yang mayoritas berkeyakinan Shinto dan Budha, memiliki kepercayaan yang dipenuhi dengan keindahan kisah dewa-dewinya. Negeri sakura yang dikenal dengan kedisiplinan, serta keragaman seni rupa dan sastra, menempatkan perempuan secara unikn dalam menempatkan mereka untuk menjadi seorang dewi yang nanti mereka puja. Berikut 5 dewi dalam keyakinan masyrakat Jepang:

1. Benzai-Ten
Benten, Benzaiten, Benzai-Tennyo, sosok dewi dari mitologi Jepang, ia adalah dewi cinta, fasih berbicara, bahasa, seni, musik, keberuntungan, dan air. Ia juga adalah dewi pelindung bagi para geisha, penari dan musisi.  Namun sebenarnya ia dewi laut ataupun air,  seperti yang diyakini oleh masyarakat yang umumnya hidup dipesisir pantai ataupun danau. Dewi Benzaiten dikabarkan selalu mengendarai biwa –naga sembari memainkan alat musik petik. Di Pulau Enoshima namanya begitu dikenal,terutama keyakinan untuk memujanya.

Ia memiliki delapan tangan dan masing-masing tangan memegang pedang, permata, busur, panah, roda dan kunci. Sementara dua tangan sisanya bersatu dalam posisi berdoa. Ia selalu dihubung-hubungkan dengan sosok naga yang gemar memangsa anak-anak, ia turun ke bumi untuk memenuhi keinginan jahatnya. Ular adalah binatang yang mejadi tangan kanannya. Ke delapan tangannya menunjukan simbol-simbol Hindu. Beberapa perempuan Jepang bahkan menggunakan mantra yang memuja Benzaiten guna mendapatkan keyakinan akan kecantikan dan keberuntungan lainnya.

2. Kishimo-jin
Dewi Kishimo-Jin terdapat dalam keyakinan Budha, ia merupakan dewi bagi para anak-anak. Nama Kishimo-Jin sendiri bermakna ibu dari para roh jahat, karena itu ia dilukiskan sebagai sosok dewi yang sangat jahat –di India dikenal dengan Hariti. Ia gemar menculik anak-anak dan memakannya, sampai suatu saat budha menemukan dan menghapus sifat jahatnya. Setelah ia memahami ajaran budha, kemudian ia menjadi simbol cinta dan kasih, ia pun senantiasa selalu membantu mereka yang lemah. Kishimojin dilukiskan dengan sosok seorang ibu yang sedang menyusui anaknya, dan memegang buah delima di tangannya (sebuah lambang cinta dan kesuburan perempuan. Ia pun memiliki nama lain, Karitei-mo.

3. Ko-no-Hana

Ko-No-Hana ataupun Sakuya-Hime, yang bermakna bunga mekar, adalah sebuah simbol awal kehidupan. Masyarakat Jepang mengenal Kono-Hana sebagai dewi yang membuat bunga bermekaran. Ia adalah puteri dari  dewa gunung, Oho-Yama, dan istri dari Ninigi. Ia bertemu dengan sang suami saat berada di pesisir pantai. Keduanya kemudian jatuh cinta. Ninigi meminta Oho-Yama untuk dapat menikahi Kono-Hana, namun keinginan Ninigi itu tidak terlaksana. Karena Ninigi lebih disukai untuk dinikahkan dengan kakak dari Ko-No-Hana, yakni Iha Naga (dewi umur panjang). Namun demikian Ninigi tetap memaksa dan memilih Ko-No-Hana untuk menjadi isterinya, mereka pun dikaruniai tiga orang anak. Dua orang anaknya, Hoderi dan Hoori. namun  pernikahan mereka ternyata tidak selamanya bahagia, karena Ninigi adalah seorang suami yang pecemburu. Sakin cemburunya dibakarnya pondok tempat mereka tinggal di dalam hutan, dan bersamaan dengan itu Kono-hana pun mati terbakar.

4. Sengen

Jika Kono-Hana adalah dewi yang mendiami kesucian Gunung Fujiyama dan dewi bunga, dewi Sengen dikenal sebagai sosok penjaga sumur awet muda (keabadian), ia memberikan air awet muda tersebut hanya kepada yang disukainya. Kuil pemujaannya terletak di puncak gunung, sehingga para pemujanya dapat menyaksikan fajar terbit dari kuil tersebut. Namun demikian, Sengen sering dianggap juga sebagau Kono-hana, meskipun perbedaannya tipis, Sengen dianggap sebagai dewi yang gemar menebarkan bunga-bunga berwarna pink.

5. Amaterasu Omikami

Amaterasu, adalah dewi agung yang bersinar dari kahyangan, dewi masyarakat Jepang ini menguasai keindahan tenunan (seni) dan pertanian. Namun karena ia selalu bertentangan dengan kakak laki-lakinya –akibat kegemarannya menyakiti perempuan. Amerasu pun mengasingkan diri ke dalam sebuah goa dan menolak untuk keluar. Sementara 800 pemujanya berkumpul diluar tempat pengasingannya mencoba membujuknya dengan upacara perayaan yang meriah, hanya untuk membuatnya keluar. Namun ketika mendengar nama dewi Ame No Uzume, yang turut larut dalam sebuah tarian ritual yang erotis, dewi Ame Terasu pun keluar untuk memuaskan rasa penasarannya. Dengan menggunakan sebuah cermin yang memantulkan kemeriahan pesta, Ame Terasu pun melihat keanggunan dan kelenturan gerakan tari dewi Ame No Uzume, Ame Terasu pun memutuskan untuk keluar dari pengasingannya. Seekor ular digenggamnya, ia memegang pedang kakaknya yang ia patahkan menjadi tiga bagian yang kemudian menjelma menjadi tiga dewi.
Dewi masyarakat Jepang yang di dalam agama shinto berarti penguasan surga, Ame Terasu yang memiliki makna sinaran surga, ataupun perempuan yang bersinar di surga. Ia adalah pusat perhatian dari para dewa Jepang. Ia adalah kakak tertua dari Izanagi. Ia begitu bercahaya dan berseri-seri sehingga membuat orangtua mengirimkannya ke surga, untuk kemudian menguasainya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar