Meski begitu, di beberapa kasus, seperti yang terjadi di tim nasional Italia saat ini, membicarakan siapa yang menjadi kiper ketiga adalah sebuah hal yang menarik. Dengan hampir terjaminnya posisi Gigi Buffon dan Salvatore Sirigu sebagai kiper utama dan kedua Lo Nazionale serta tersisihnya Federico Marchetti dari posisi kiper utama di Lazio, posisi kiper ketiga menjadi rebutan banyak kandidat.
Berikut ini adalah kandidat-kandidat terkuat:
1. Mattia Perin (21 tahun/Genoa)
Hal itu membuatnya terkadang harus menyerahkan posisinya kepada Ivan Pelizzoli yang sejujurnya, punya rataan penyelamatan dan kemasukan yang lebih baik. Sebagai perbandingan, Perin membuat rata-rata 4,17 penyelamatan tiap pertandingannya, sementara Pelizzoli 5 penyelamatan. Rataan jumlah kebobolan Pelizzoli pun ‘hanya’ 1,8 gol/laga.
Itulah sebabnya mengapa Perin gagal menjadi kiper utama Azzurrini di kejuaraan Eropa U-21 tahun lalu dan harus rela menyerahkannya pada Francesco Bardi.
Akan tetapi, di musim ini, setelah kembali ke pemilik aslinya, Genoa, Perin tampil jauh lebih baik. Tentunya, skuat Genoa yang lebih kuat dari Pescara juga turut berperan atas penampilan Perin yang lebih baik ini. Musim ini, pria jenaka tampil di seluruh laga Genoa di Serie A. Dari 28 laga yang sudah dijalani, ia hanya kemasukan 35 gol (1,25 gol/laga). Padahal, jumlah rata-rata penyelamatan yang harus dibuat Perin per pertandingannya tidak jauh berbeda dibanding musim lalu. Musim ini, ia dipaksa membuat 102 penyelamatan dan itu berarti rata-rata, ia membuat 3,64 penyelamatan tiap pertandingan.
Penampilan impresif Perin musim ini membuatnya dipanggil ke timnas senior Italia untuk menghadapi Spanyol beberapa waktu lalu, meski tidak dimainkan. Perin adalah salah satu potensi terbesar Italia saat ini dan memanggilnya ke Piala Dunia, walau hanya sebagai kiper ketiga, adalah insentif yang layak untuk jebolan akademi Genoa ini.
Kelebihan: Menghentikan tembakan jarak dekat dan konsentrasi.
Kekurangan: Usia muda, rentan terkena mental fatigue.
2. Antonio Mirante (30 tahun/Parma)
Statistik menunjukkan bahwa Parma di Serie A musim ini hanya kemasukan 31 gol dari 28 laga. Mirante sendiri musim ini sudah bermain sebanyak 27 kali, kebobolan 28 kali (rata-rata 1,03 gol/laga), dan membuat 71 penyelamatan (2,62 penyelamatan/laga). Tiga gol sisanya dibuat lawan ketika Mirante absen dan digantikan oleh deputinya, Pavol Bajza.
Jebolan akademi Juventus ini memang boleh jadi salah satu kiper paling underrated di Serie A. Sejak 2009, Mirante sudah konsisten menjadi pengawal gawang klub asal Emilia-Romagna dan hanya absen tiga kali dalam empat tahun. Hingga saat ini, ia sama sekali belum pernah merasakan nikmatnya menjadi kiper tim nasional di level apapun meskipun ia telah mendapat panggilan tim nasional senior sejak 2010.
Selama masih ada Buffon dan Sirigu, rasanya sulit bagi Mirante untuk tampil di laga timnas kompetitif, namun, pemanggilannya ke Piala Dunia 2014 nanti tentunya akan menjadi komplimen atas konsistensinya yang tak tertangkap banyak radar selama empat tahun terakhir.
Kelebihan: Refleks bagus, distribusi bola bagus, dan memiliki kelebihan khusus dalam menghadapi penalti.
Kekurangan: Tak ada pengalaman internasional sama sekali.
3. Andrea Consigli (27 tahun/Atalanta)
Bagi sebagian orang, mengapa Andrea Consigli masih berada di Atalanta adalah sebuah misteri. Consigli, terlepas dari tim tempatnya bermain yang angin-anginan, adalah salah satu kiper terbaik dan paling konsisten di Serie A dalam beberapa tahun terakhir.
Consigli adalah produk akademi Atalanta yang cukup termahsyur dan sudah menjadi kiper andalan tim asal kota Bergamo ini sejak musim 2008/09. Sejauh ini, kiper bertinggi badan 189 cm ini sudah tampil sebanyak 124 kali untuk Atalanta.
Musim ini, Atalanta juga sedang berada dalam performa yang cukup bagus untuk ukuran mereka. Saat ini mereka duduk di posisi kesembilan, dua tingkat di atas AC Milan. Rekor pertahanan mereka pun tidak buruk. 28 kali main dan 38 kali kebobolan (rata-rata 1,35 gol/laga). Dari jumlah tersebut, Consigli bermain di 26 laga dan harus memungut bola dari gawangnya sebanyak 37 kali (rata-rata 1,42 gol/laga). Benar-benar tidak buruk untuk tim sekelas Atalanta.
Andrea Consigli sendiri sudah memiliki sedikit pengalaman internasional, yakni bersama timnas U-21 dan tim Olimpiade 2008. Apabila ia terus bisa menjaga level penampilannya di sisa musim ini, bukan mustahil hadiah jalan-jalan ke Brasil bisa ia menangkan nanti.
Kelebihan: Konsentrasi dan distribusi bola bagus.
Kekurangan: Kurang bagus di situasi 1 lawan 1.
4. Francesco Bardi (22 tahun/Livorno)
Pemain ini boleh jadi merupakan satu-satunya pemain pertahanan yang bersinar di Azzurrini pada gelaran Piala Eropa U-21 tahun lalu. Ketika empat pemain yang berdiri di depannya tak mampu memberikan garansi keamanan bagi gawang tim asuhan Devis Mangia, Bardi muncul sebagai penyelamat. Ia memang gagal membendung sebuan Thiago Alcantara cs di final, namun penampilan keseluruhannya tetap mengundang decak kagum.
Musim ini, pemain yang sejatinya dimiliki Internazionale ini dipinjamkan ke klub promosi Livorno bersama satu rekannya yang lain, Ibrahima Mbaye. Di Livorno, penampilan Bardi juga kurang bersinar akibat penampilan keseluruhan Livorno yang juga tak cemerlang. Sejauh ini 51 gol sudah bersarang di gawangnya dari 28 laga yang telah dijalani (1,82 gol/laga). Selain itu, pemuda asli Livorno ini juga dipaksa melakukan 91 penyelamatan (3,25 penyelamatan/laga).
Peluangnya untuk dibawa ke Brasil musim panas nanti mungkin tidak terlalu besar mengingat penampilannya musim ini yang kurang baik, namun, suka tidak suka, Bardi adalah salah satu kiper paling potensial di Italia. Membawanya ke Brasil barangkali bisa menjadi cara untuk memperkenalkannya ke atmosfer laga internasional yang sesungguhnya.
Kelebihan: Pandai membaca permainan dan mengkomando lini belakang.
Kekurangan: Lemah dalam membaca umpan silang dan mengantisipasi sepakan jarak dekat.
5. Simone Scuffet (17 tahun/Udinese)
Sepeninggal Samir Handanovic ke Internazionale, Udinese memang belum lagi memiliki penjaga gawang tangguh. Musim lalu, kiper utama mereka adalah Zeljko Brkic dan musim ini, di tengah performa tim yang tak begitu meyakinkan, Francesco Guidolin dipaksa untuk menyeleksi antara Brkic atau Ivan Kelava. Hasilnya, yang menjadi pemenang justru seorang remaja 17 tahun bernama Simone Scuffet.
Sejak bermain menggantikan Zeljko Brkic yang cedera di laga kontra Genoa 1 Februari 2014 silam, pemain asli didikan Udinese ini tak tergantikan di bawah mistar Il Zebrette. Scuffet bahkan dipercaya tampil di laga kontra tim besar macam Milan dan Roma. Penampilannya pun terlihat matang dan tak terlihat bahwa ia masih berusia belasan tahun.
Dari tujuh kali tampil, gawang Scuffet bobol 10 kali (rata-rata 1,42 gol/laga) di mana tiga gol terakhir lahir ketika meladeni peringkat kedua, Roma. Artinya, dalam enam penampilan sebelumnya, gawang Scuffet hanya kemasukan tujuh gol (1,16 gol/laga). Statistik yang cukup menyenangkan untuk dilihat mengingat Udinese sedang tak dalam performa terbaiknya dan usia Scuffet yang masih begitu belia.
Ia masih sangat muda dan memanggilnya ke rombongan Piala Dunia adalah sebuah perjudian yang sangat beresiko, namun, apabila potensinya memang begitu besar, mengapa tidak?
Kelebihan: Memiliki ketenangan dan kemampuan menutup ruang yang bagus.
Kekurangan: Usia yang masih sangat muda, distribusi bolanya kurang baik, dan kemampuan antisipasi umpan silangnya masih cukup lemah.
6. Daniele Padelli (28 tahun/Torino)
Nama ini bukan siapa-siapa sampai musim lalu di mana ia hanya menjadi cadangan Zeljko Brkic di Udinese dan hanya bermain tujuh kali. Namun, musim ini, seiring penampilan Torino yang juga memikat, nama Padelli mulai sering dibicarakan.
Kasus pengaturan pertandingan yang menimpa andalan Torino selama bertahun-tahun, Jean-Francois Gillet membuat Giampiero Ventura harus mencari kiper pengganti. Visi Ventura ternyata tak salah. Tersia-siakan di Udinese (dan sebelumnya Sampdoria), Padelli menjelma menjadi salah satu kiper paling impresif musim ini di Serie A.
Saat ini, Torino duduk di peringkat kesepuluh klasemen sementara Serie A dan kemasukan 36 gol dari 28 pertandingan (1,28 gol/laga). Padelli bermain di semua pertandingan tersebut dan berhasil membuat 87 penyelamatan (3,1 penyelamatan/laga). Bersama Kamil Glik, Matteo Darmian, dan Emiliano Moretti, Padelli menjadi alasan mengapa Torino musim ini cukup kokoh di lini belakang.
Untuk kemungkinan berangkat ke Piala Dunia, peluang Padelli barangkali yang terkecil dibanding pesaing-pesaingnya di atas, tetapi, sejujurnya, ia layak untuk setidaknya dipertimbangkan oleh Prandelli. Apalagi, Padelli sedang berada di usia matang dan pasti kepercayaan dirinya sedang tinggi.
Kelebihan: Pandai mengkomando lini pertahanan dan memiliki distribusi bola bagus.
Kekurangan: Antisipasi umpan-umpan silangnya lemah.
Sumber : Yahoo
Statistik diambil dari ESPNFC dan WhoScored
Tidak ada komentar:
Posting Komentar