Kebudayaan primitif memang menarik untuk dikaji. Di Haiti kita punya boneka voodo, dan di Indonesia, kita punya santet. Kalau dilihat-lihat, tidak masuk akal kalau keduanya berhubungan. Tapi sebenarnya, ada hubungannya. Hanya saja secara tidak sadar, ia berada jauh dalam tradisi dinamisme dan animisme kita.
Warning
: Artikel ini Mengandung Deskripsi horor. Bila anda merasa tidak nyaman
dengan penuturan mengenai hal-hal buruk pada dan yang dapat terjadi
pada tubuh manusia, anda disarankan tidak membaca artikel ini. Kami
tidak bermaksud apapun selain menjelaskan fakta ilmiah dengan dukungan
bukti.
Manusia senang
menganggap benda tak hidup sebagai benda hidup. Kita melihatnya dalam
dongeng dari penjuru dunia, dan bahkan di film dora. Beberapa membuat
patung sebagai dewa. Beberapa bertindak lebih ekstrim lagi. Menjadikan
patung benar-benar seperti manusia, yaitu dengan membentuknya dari
daging.
Jenglot adalah tipe patung
demikian. Anda mungkin tidak percaya dengan kesimpulan kami ini, lagi
pula siapa faktailmiah, apakah kami sudah meneliti jenglot langsung?
Tidak. Tapi kami punya bukti tidak langsung yang memperkuat pendapat
kami bahwa jenglot adalah boneka. Berikut fakta-faktanya.
Bukti Pertama : Tidak Bertulang tapi punya DNA Manusia
Katanya
ada kabar kalau sudah ada tes rontgen, uji biometrik dan tes DNA pada
jenglot oleh Dokter Djaja Surya Atmaja, pakar DNA forensik dari
Universitas Indonesia. Oke itu bagus. Nah hasilnya? Menurut laporan di
media (kami tidak menemukan laporan ilmiahnya), saat di rontgen, tubuh
jenglot tidak menunjukkan adanya rangka, hanya struktur penyangga. Uji
biometrik tidak menunjukkan struktur dan morfologis manusia. Tapi saat
di tes DNA dari kulitnya, DNA yang ditemukan sama dengan DNA manusia.
Sekarang kita lihat argumen
fakil. Bagaimana caranya membuat boneka yang tidak memiliki rangka
tapi berdaging manusia? Gampang. Syaratnya ukuran boneka itu harus
kecil. Jika terlalu besar, strukturnya akan runtuh karena tidak memiliki
tulang. Tapi bila kecil, ia cukup di topang dengan, yah, katakanlah
lidi. Dagingnya dari mana? Oh. Sepertinya menyeramkan untuk yang satu
ini. Yang jelas dia bisa. Tebak dari mana daging manusia bisa diperoleh.
Dan
kasus ini sudah memang terjadi sebelumnya. Di Mesir, ada banyak sekali
mummi hewan. Dari luar mummi ini terlihat seperti burung, tapi begitu
ilmuan merontgennya tidak ditemukan adanya kerangka. Kesimpulan para
ilmuan : Fake Mummy. Walau tes DNA menunjukkan itu benar. Kan bisa
kulitnya saja dipasang di situ. Ya kan?
Fakta
lain yang menunjukkan bahwa jenglot adalah boneka kecil adalah
ketidakmampuannya menyerupai manusia. Lihat saja kesimpulan para pakar
dari UI tersebut. Hasil uji biometrik tidak menunjukkan bahwa ia
memiliki struktur tubuh manusia. Mengapa? Karena sulit sekali membentuk
struktur tubuh manusia. Anda yang sudah mencoba menggambar komik pasti
tahu. Dari segala jenis bentuk, yang paling sulit digambar adalah bentuk
mahluk hidup, terutama manusia. Hal ini karena kita sangat akrab bahkan
dengan detil-detil di tubuh manusia. Kita kan manusia. Tangan beda
sedikit panjangnya, kita langsung heran, ini manusia apa bukan ya?
Kesulitan ini dapat dijelaskan dengan mudah oleh teori boneka kami :
pembuat jenglot tidak pandai menggambar, karena ia kehilangan satu
komponen utama, komputer dan rangka (oh, itu dua). Tanpa rangka, kamu
tidak dapat menjaga konsistensi bentuk dan akibatnya tidak mirip
manusia. Apalagi mau memasang gigi yang bagus seperti kita. Wah, susah.
Kalau rambut sih gampang. Cabut saja rambut teman. Hiiy.
Tapi
sebentar. Ada laporan dari penelitian Universiti Sains Malaysia kalau
rambut jenglot terus tumbuh. Penjelasan kami, itu ilusi. Adalah
miskonsepsi umum kalau kuku dan rambut akan terus tumbuh setelah orang
meninggal. Kuku dan rambut tidak dapat tumbuh lagi begitu sel mati. Itu
ilusi optik. Apa yang benar terjadi adalah setelah orang mati, ia
kehilangan air dan kelembaban dan mengering membuat kulit mengerut di
sekitar kepala dan kerangka. Saat ini terjadi, bagian rambut dan kuku
yang aslinya tertanam di daging akan mencuat keluar. Para perawat mayat
mencegah hal ini dengan menyirami mayat sehingga kelembaban tetap
terjaga. Tidak ada data bagaimana perawatannya dan bagaimana
keamanannya. Jika jenglot tersebut dipanaskan, rambutnya bakal keluar
toh. Atau bisa saja ditarik rambutnya. Atau bisa saja rambutnya
disambung. Kami tidak menemukan laporan ilmiahnya.
Bukti Kedua : Ada Banyak Sekali Jenis Jenglot
Ada
jenglot setengah ular, ada jenglot monster, dsb. Semuanya kecil. Tidak
ada jurnal ilmiah khusus pembuat jenglot yang dapat mempertinggi
keakuratan, standarisasi dan teknik-teknik pembuatan jenglot. Hasilnya
mereka dapat stress membuat jenglot yang mirip manusia. Bagaimana
menghindarinya, ganti saja dengan ikan jadi jenglot putri duyung. Ganti
dengan ular, jadi jenglot ular. Ini seperti bermain bongkar pasang.
Hanya yang dipasang cukup horror, daging. Daging ular, daging kera,
daging manusia, daging ikan. Dengan sedikit pengasapan, citra “klasik”
sang jenglot akan terbentuk.
Bukti Ketiga : Tidak ada Jenglot yang Bergerak
Boneka
seperti itu. Dia bukan robot. Dia tidak punya rangka. Anda berharap dia
bisa bergerak? Oh yang benar saja. Mana video yang menunjukkan Jenglot
hidup?
Bukti Keempat : Jenglot tidak berani dibedah
Penelitian
UI dihentikan saat para ilmuan mencoba membedah jenglot. Kata
pemiliknya takut terkena bencana. Oke. Ada penjelasan lain? Bagaimana
kalau takut ketahuan bahwa DNA tulang berbeda dengan DNA daging?
Bagaimana kalau takut ketahuan bahwa tulang yang digunakan untuk
penyangga di dalam tubuh jenglot berasal dari tulang di bagian tubuh
lain (tulang jari) misalnya? Bagaimana kalau takut ketahuan bahwa daging
tidak melekat di tulang sebagaimana fungsi tulang sesunggunya?
Bagaimana kalau takut ketahuan bahwa yang didalam tubuh jenglot sama
sekali bukan tulang, kayu mungkin. Tes Rontgen dan DNA kulit tidak dapat
mengungkapkan hal ini, tapi pembedahan ya.
Bukti Kelima : Jenglot ternyata berusia ribuan tahun
Tebak,
seperti apa leluhur kita 3112 tahun lalu? Ya seperti orang primitif.
Siapa yang senang hal-hal horor seperti membentuk daging manusia seperti
boneka? Ya orang primitif. Jenglot yang diteliti di Malaysia berusia
2000 tahun. Bagaimana?
Bukti Keenam : Ilmuan Sendiri Bilang itu Boneka
Berikut kutipan dari Syed Abdullah, peneliti dari Malaysia yang meneliti jenglotnya:
“The hair looks like it was implanted while the body parts pasted together. The teeth are not as old as the body parts. What I can do is run a DNA test on samples of the hair and bone, and see if they match any living species in the data bank. That should take a month. I hope it will shed some light on the creature.”
Terjemahan
ngasalnya : Rambutnya keliatan ditempelin aja, terus badannya juga
gitu, direkat-rekat getooh. Ya, giginya juga, gak setua bagian tubuhnya.
Sebenernya gue pengen buat tes DNA di rambut dan tulangnya biar tau
spesiesnya apa, tapi gue males. Uda lihat gini, ya jelas-jelas ini
boneka.
Hehe. Serius deh. Coba lihat
boneka barby, eh jangan, boneka babi aja. Apakah tangan dan kaki serta
bagian tubuh lain dapat dipisah? Ya. Apakah rambutnya ditempelin? Nggak.
Tapi emang gak nyatu sih dengan kepala. Terus apakah giginya setua
bagian tubuhnya? Boneka gak punya gigi. Kasi aja gigi.
Bagaimana
tes DNA di rambut dan tulangnya? Uhh. Gak bisa ditemukan. Kalau seperti
ini sih berarti emang bener, kan media suka sensasi tuh. Jadi kalau
ternyata jenglot hanya boneka yang ditempel-tempelin daging di sana
sini, ngapain juga diheboh-hebohkan.
Bukti Ketujuh : Bukti dari Antropologi
Nah.
Ini bukti pamungkas kami. Soalnya di awal sudah dibilang tentang
kecenderungan animisme dan dinamisme manusia. Sekarang kita dapat cerita
jenglot di Indonesia lalu ada di Malaysia, sebelah utara Indonesia.
Anda mau ke utara lagi, perkenalkan Thailand.
Di
Thailand, ada yang namanya Guman Thong. Guman Thong adalah boneka anak
kecil yang disembah. Sejarahnya cukup seram. Ada seorang bernama Khun
Paen, yang hidup tahun 1491-1529. Ia dipandang sebagai orang pertama
yang membuat Guman Thong. Caranya. Yang ini horor. Anda diperingatkan untuk tidak membaca kisah selanjutnya jika anda takut dihantui mimpi buruk.
Cerita berikut disarikan dari situs ParaSearcher.blogspot.com :
Sudah
diperingatkan sih jadi bukan salah saya. Gini ceritanya, Khun Paen
menggendong menggali kuburan istrinya yang meninggal saat hamil. Ia
membelah perut mayat istrinya lalu mengambil mayat bayinya. Khun Paen
lalu membawa mayat bayi tersebut ke kuil. Kuil adalah tempat suci dimana
setan gak bisa masuk. Khun Paen membaca mantra di kuil sambil… uh,
memanggang bayinya. Sekali lagi memanggang. Beda dengan membakar, yang
pada dasarnya tidak menyisakan bagian tubuh, kecuali abu.
Proses
ini dilakukan karena Khun Paen sepertinya percaya bahwa walaupun
jasadnya mati, sang bayi masih memiliki roh. Roh ini masih harus dirawat
layaknya bayi yang masih hidup. Caranya dengan melestarikan mayat sang
bayi prematur tersebut. Tapi bagaimana bisa kan namanya mayat pasti
lama-lama busuk. Orang Mesir membuat mummi, tapi proses mumifikasi lebih
mengerikan lagi karena harus membedah sang mayat. Organ-organ
dikeluarkan agar tidak merusak daging. Organ tidak dapat dimumikan. Cara
lain, dengan dipanggang.
Kemudian
banyak orang di Thailand tidak lagi mempraktekkan ritual pembuatan
Guman Thong, karena sudah dinilai terlalu barbar. Sebagai gantinya,
mereka mengganti bayi nyata dengan boneka. Boneka kayu, perunggu,
gading, plaster dan aneka macam bahan. Jadi suami yang ditinggal mati
istrinya bersama bayinya dapat memiliki Guman Thong di rumahnya tanpa
harus menodai makam istrinya. Tambahan lagi, karena di dalam Guman Thong
dipercaya ada roh sang bayi. Roh ini dapat dipanggil dengan mantra
sebagai pelindung dari kejahatan. Agar roh sang bayi mau datang, ia
harus diberikan sesajen. Sesajen ini berbentu mainan, susu, permen dan
makanan lainnya. Sekarang fungsi Guman Thong bahkan telah berubah
menjadi semacam patung dewa bayi atau anak kecil yang disimpan di rumah
untuk hoki.
Parasearcher juga
menuturkan mengenai penyembahan tulang oleh kelompok rahasia. Mereka
katanya mampu memanggil roh dengan bantuan sepotong tulang manusia.
Tulang ini harus diambil dari kuburan. Setelah ritual pemanggilan
selesai, tulang ini harus disimpan di altar selama 49 hari sambil diberi
makan beberapa tetes darah dari jari manis tangan kanan pendeta. Jadwal
makan darah tulang ini adalah seminggu sekali. Jadi 7 kali totalnya.
Ingat
tentang Jenglot. Katanya jenglot minum darah loh. Tapi, menurut
Parasearcher, jenglot benar memang manusia. Ia adalah dukun yang tidak
ingin dikuburkan saat mati. Ketika wafat tubuhnya dijadikan mumi bonsai
dengan pengeringan berkepanjangan, sehingga mengecil hingga berukuran 20
cm hingga 12 cm.
Memang sih. Di
Toraja dan di Papua anda bisa menemukan mumi yang dikerutkan. Sebagai
contoh, mumi Dende berukuran hanya 90 cm. Pertanyaannya apa mungkin
mayat bisa dikerutkan hingga 12 cm saja? Kemana kerangkanya? Apa mungkin
mayat ini harus dijaga kelestarian bentuknya dengan memberi minum
darah?
Bukti Kedelapan : Proses Mumifikasi
Manusia
terdiri dari sekitar 80 persen air (bukan iklan). Saat hidup, air ini
terus bersirkulasi di tubuh dan diganti terus menerus. Saat mati, air
yang ada akan mengering dan membuat mayat terlihat mengerut. Namun,
tulang manusia tidak dapat mengerut saat ia mati. Lihat saja kerangka
fosil. Jadi tentunya untuk dapat menyusut, ada cara tertentu yang bisa
digunakan.
Mengesankannya (atau
mengerikan) ada yang namanya kepala kecil. Ini adalah praktek yang
dilakukan suku-suku Indian di Ekuador dan Peru masa lalu, zaman perang
suku. Kepala musuh mereka dipandang sebagai koleksi yang hebat. Tapi
kepala normal terlalu besar. Mereka secara kreatif menemukan cara
mengerutkan kepala.
Prosesnya dimulai
dengan membuang tengkorak dari kepala. Tapi bagaimana? Bagian belakang
leher di potong dan seluruh kulit dan daging dibuang dari tengkorak.
Biji merah diletakkan dibawah pelupuk mata dan pelupuk dijahit. Mulut
juga ditutup dengan tiga duri kelapa. Lemak dari daging kepala dibuang.
Lalu bola kayu digunakan untuk menahan bentuk kepala. Kepala ini lalu
direbus dalam air yang telah diramu dengan sejumlah tanaman yang
mengandung tannin. Kemudian ia dikeringkan dengan batu dan pasir panas
sambil menjaganya agar tetap dalam bentuk manusia. Kulitnya lalu digosok
dengan abu arang. Jadilah kepala mini.
Sekarang
mungkinkah mengecilkan mayat. Proses mengecilkan mayat mungkin saja,
tapi akan sangat rumit. Seluruh tulangnya harus dibuang dan daging
dibuang dengan hati-hati. Pokoknya seluruh proses di atas diulang dalam
skala yang lebih besar dan lebih teliti. Hasilnya sebuah mayat orang
dewasa yang dikecilkan akan seukuran sekitar 26 inci. Cukup besar? Ya.
Itu masih setengah meter, jauh dari 12 cm yang umum ditemukan pada
jenglot.
Bagaimana bila orangnya
kerdil. Mungkinkah bisa lebih kecil lagi? Atau anak kecil bagaimana?
Bayi hasil aborsi? Aha. Itu tepat sesuai cerita Gumam Thong. Nah,
masalahnya, kamu bekerja dengan benda yang sangat kecil. Beda dengan
benda besar. Yang besar saja sudah sulit, apalagi yang kecil.
Kerumitannya berkali lipat.
Bukti Kesembilan : Tidak Ada Bentuk Transisi
Bentuk
transisinya harus ada. Di Mesir, selain manusia, hewan-hewan suci juga
di mumikan. Di Peru, kita temukan kepala yang dikecilkan dan tubuh yang
dikecilkan hanya ditemukan satu kasus. Ada transisi tingkat kerumitan.
Jika memang jenglot adalah mumi bayi, anak kecil atau orang kerdil yang
dikecilkan, maka mana transisinya. Usaha coba-coba sebelum tingkat yang
sangat sulit ini. Yang gampang-gampang seperti manusia dewasa dulu.
Mana? Harusnya banyak. Orang memulai dari yang mudah dulu baru yang
serumit itu, tapi kita tidak punya bukti arkeologis dan antropologis
bahwa orang Indonesia dan Malaysia melakukan praktek mumi. Tunggu
bagaimana Toraja dan Papua?
Sayangnya,
mummi yang dibuat di Toraja dan Papua terlalu sederhana. Tidak ada
proses pengerutan. Mumi orang dewasa terlihat sebagai orang dewasa,
ukurannya kurang lebih sama. Ia terlihat menyusut karena dehidrasi.
Perlakuan kimia
terhadap mummy hanya bertujuan untuk mengawetkan jasad, bukan
mengerutkan. Jadi, mumi Toraja dan Papua terlalu sederhana. Lompatan
dari terlalu sederhana ke terlalu rumit sepertinya mengada-ada. Betul
gak? Yang paling masuk akal, adalah ia sekedar boneka.
Kesimpulan
Sejauh
ini, kami rasa pendapat Parasearcher mengenai jenglot tidak benar,
tetapi ceritanya mengenai Guman Thong memang ada hubungannya dengan
jenglot. Lebih tepatnya jenglot berfungsi seperti Guman Thong. Ia boneka
yang dibuat dari daging yang dipanggang untuk tujuan ritual, ribuan
tahun lalu. Jenglot digunakan untuk hoki, sama dengan Guman Thong.
Jenglot diberi minum darah, sama dengan Guman Thong. Di masa mesolitikum
atau neolitikum, mungkin leluhur kita di Jawa menggunakan cara yang
sama dengan Khun Phaen untuk mengawali tradisi Jenglot.
Pelajaran
yang bisa ditarik dari Jenglot sebenarnya ada pada khazanah antropologi
kita. Kehidupan masa lalu pra sejarah orang Indonesia, beberapa ribu
tahun lalu. Itu mengapa ilmuan dari UI ingin menelitinya. Mereka ingin
mengetahui profil budaya, bukan mengetahui bahwa ada monster kecil
peminum darah yang berjalan-jalan kesana-sini. Itu hanya mitos. Tapi
mengetahui kalau leluhur kita mempraktekkan mumifikasi ekstrim hingga
mengerutkan manusia sebesar iphone, itu yang keren. Tak ternilai lah.
Sayangnya,
sejauh pengetahuan yang kami dapatkan dari para pakar mengenai
bagaimana proses pengerutan dan mumifikasi, maka kami berpegang pada
bukti-bukti yang ada, yang mengarah pada satu pilihan: jenglot tidak ada
yang asli. Jenglot itu boneka yang digunakan untuk tujuan ritual,
dibuat dari tempelan jaringan otot, sedikit tulang dan rambut serta kuku
juga gigi, ah pokoknya dibuat biar mirip manusia mini lah. Singkatnya,
jenglot itu fosil boneka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar