Perempuan terjun ke dunia politik sudah bukan hal yang langka. Bahkan sejumlah wanita kini dipercaya menjadi pemimpin bangsa. Salah seorang perempuan yang baru saja terpilih adalah Dilma Rousseff. Perempuan 62 tahun ini menjadi perempuan pertama yang menjadi Presiden Brasil. Selain Rousseff, masih ada beberapa nama yang lagi. Berikut ini 7 wanita yang tampil menjadi pemimpin negara.
1. Angela Merkel, Kanselir Jerman
Perempuan paling berpengaruh di kancah politik dunia ini memiliki gelar doktor di bidang fisika universitas ternama di Jerman Timur. Ia banting stir ke dunia politik dan berhasil memenangkan kursi parlemen di Bundestag pada pemilu pasca bersatunya negara yang terkenal dengan sejarah partai Nazi tersebut pada Desember 1990. Kanselir Helmut Kohl langsung memberinya kepercayaan untuk menduduki jabatan menteri di kabinet, setahun kemudian. Merkel yang menikah dua kali dan tak memiliki anak ini mengakui dirinya memiliki rasa kepercayaan diri yang sangat tinggi. Baginya, tak ada salahnya menjadi orang yang ambisius.
2. Christina Fernandez de Kirchner, Presiden Argentina
Sejak terpilih menjadi presiden pada November 2007, Christina membuktikan bahwa ia tak lagi tampil sebagai bayang-bayang kesuksesan suaminya, Nestor. Ia telah mampu bertahan dengan kekuatan pertanian negara yang ia pimpin. Perseteruan dengan Amerika atas dugaan kasus mengandung kampanye ilegal dan sejumlah trik politik ekonomi yang akhirnya menggulingkan gubernur bank central Argentina, awal tahun ini. Dengan sepak terjang dan kemampuan pidatonya, ia dipastikan mampu menandingi pemimpin wanita legendaris Argentina sebelumnya, yakni Evita Peron.
3. Dilma Rousseff, Presiden Brazil
Wanita tangguh ini selalu menyerukan kepada kaum wanita bahwa kaumnya itu memang bisa melakukan hal besar untuk negara dan dunia. Rousseff menjadi wanita pertama yang menjadi pemimpin negara di Brasil. Langkah besarnya dalam memimpin negara menjadi sebuah pembuktian bagi presiden sebelumnya, Luiz Inacio Lula da Silva, yang telah memilihnya dengan cermat. Kepada Lula ia berjanji akan menyertakan keramahan dan kerja luar biasa sebagai pemimpin negara. "Saya tahu bagaimana menghormati warisan dari beliau, saya tahu bagaimana harus berkonsolidasi dan maju terus dengan tugas-tugas darinya," ucapnya kepada sebuah pidato kenegaraan.
4. Julia Gillard, Perdana Menteri Australia
Gillard, 48 tahun, menjadi perdana menteri wanita pertama di Australia setelah Kevin Rudd berhasil digulingkan oleh tindakan makar partai buruh, 24 Juni 2010. Dengan tugas membangun kembali adanya pengurangan dukungan dalam tubuh partainya, ia maju hanya dalam waktu tiga minggu menjelang pemilu, dengan harapan akan mendapat suara maksimal. Namun hasilnya berkata lain, baik partai yang dipimpin Gillard maupun koalisi partai Liberal-Nasionalis pimpinan Tony Abbott mampu sama-sama bertahan. Hasil imbang terseut akhirnya terpatahkan pada 7 September. Setelah lebih dari 2 minggu setelah negoisasi dengan kandidat, Gillard pun memenangkan suara mayoritas di parlemen.
5. Ellen Johnson Sirleaf, Presiden Liberia
Jalan wanita yang pernah mengenyam pendidikan di Wisconsin dan Harvard, Amerika agar bisa duduk di kursi presiden tidak mulus. Sebelumnya ia menjadi Menteri Keuangan Liberia(1970), bahkan pernah melarikan diri ke Kenya dan menjadi direktur Citibank (1980) saat terjadi kudeta di Liberia, ia kembali ke Liberia tahun 1996 dan mencalonkan diri sebagai kandidat presiden namun kalah suara dari Charles Taylor. Tahun 2005 ia kembali mencalonkan diri dan akhirnya berhasil menjadi presiden.
6. Sheik Hasina Wajed, Perdana Menteri Bangladesh
Sebuah kudeta pada 1975 memaksanya melarikan diri untuk menyelamatkan diri. Sebagian besar keluarganya terbunuh termasuk perdana menteri Sheik Mujibur Rahman. Ia terpilih sebagai perdana menteri Bagladesh pertama kalinya di tahun 1996, namun ia digulingkan di tahun 2001 karena Transparency International menyebut Bangladesh sebagai negara terkorup di dunia. Tapi itu bukanlah akhir dari karirnya. Ia bersama partai Awami berhasil memenangkan perolehan kursi parlemen di tahun 2009 dan terpilih kembali menjadi perdana menteri.
7. Johanna Sigurdardottir, Perdana Menteri Islandia
Perhatiannya terhadap dunia politik dan pemerintahan negara bukanlah hal baru bagi mantan pramugari ini. Sejak masuk ke parlemen tahun 1978, ia berhasil memenangkan kursi parlemen sebanyak delapan kali berturut-turut. Hal tersebut menjadikannya terkenal di negaranya. Selain sebagai perdana menteri wanita pertama di Islandia, Sigurdardottir juga yang pertama kali menyatakan dan melegalkan hubungan sesama jenis di depan publik. Juni 2010, ketika Islandia melegalkan perkawinan sesama jenis, ia pun turut mengikat janji dengan pasangan lesbiannya setelah tujuh tahun bersama dan terjun di dalam persekutuan sipil di Islandia.
8. Laura Chincilla, Presiden Costa Rica
Chincilla memenangkan suara pada pemilu presiden Februari 2010, mengalahkan presiden sebelumnya, Oscar Ariaz Shancez. Di negara dengan tingkat kriminalitas tinggi ini ia menjalankan tugasnya karena pengalamannya di bidang hukum dan peradilan. Ia penganut sosial konservatif, penentang perkawinan sesama jenis, dan aborsi. Ia berjanji untuk melanjutkan kebijakan probisnis para pendahulunya dengan cadangan investasi internasional dan memperluas perdagangan bebas.
9. Tarja Halonen, Presiden Finlandia
Dibesarkan dalam didikan kerjakeras di Helsinski, membuat Halonen sukses menapaki karir politik dengan membangun kerja sama dengan serikat dagang dan organisasi non-pemerintah. Sejak menjadi presiden di tahun 2000, ia sekuat tenaga mempertahankan aturan presiden sebagai pimpinan militer dan berkampanye melawan keanggotaan FINNISH dalam NATO. Halonen hobi berenang dan memelihara dua kucing. Halonen juga dinilai sebagai pribadi yang kocak, sampai-sampai komedian Connan O''Brien mendorong dia untuk kembali menjadi presiden.
10. Dalia Grybauskaite, Presiden Lithuania
Sejak Grybauskaite terpilih menjadi presiden tahun 2009, jurnalis Eropa langsung menjulukinya sebagai Wanita Baja, karena gaya bicaranya yang kuat dan sabuk hitam karatenya. Meski dulunya hanyalah anak seorang pedagang keliling dan tukang listrik, ia mampu menyelesaikan kuliahnya hingga meraih gelar Ph.D di bidang ekonomi. Tahun 1999 ia pernah menjadi Manajer Deputi Keuangan sebelum memimpin sejumlah posisi dalam Komisi Eropa. Saat Lithuania dilanda krisis, Grybauskaite memfokuskan kampanye presiden pada hal-hal yang sifatnya melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan mengentaskan pengangguran yang sempat meningkat hampir 16%. Kemenangannya pada pemilu presiden sebanyak 68% suara menjadi rekor dalam sejarah pemilu di Lithuania.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar