Rabu, 06 Maret 2013
10 Fakta Film "Jack the Giant Slayer"
Masih sealiran dengan film-film semacam “Snow White and the Huntsman” atau “Hansel & Gretel: Witch Hunters”, “Jack the Giant Slayer” juga berupaya untuk menyajikan kisah alternatif berdasarkan cerita dongeng. Cerita yang dikembangkan dari kisah “Jack and the Beanstalk” ini menampilkan raksasa-raksasa pemakan manusia, para kesatria Abad Pertengahan, dan seorang putri cantik.
Meski CGI-nya tidak istimewa, namun film ini mungkin masih cukup menarik sebagai film yang dapat disaksikan oleh seluruh anggota keluarga. Berikut adalah sepuluh trivia film “Jack the Giant Slayer”:
1. Tidak ikut tren
Beberapa tahun terakhir, Hollywood banyak memproduksi film-film fantasi yang dibuat berdasarkan dongeng populer. Meski dilihat sebagai produk dari tren ini, sutradara “Jack the Giant Slayer”, Bryan Singer, membantahnya.
“Ketika saya setuju mengembangkan film ini, saya tidak sadar [kalau ada film-film sejenis]. Itu lima tahun yang lalu,” kata Singer pada Crave Online. “Saat itu tidak ada film-film dongeng seperti ini, jadi saya telah melihat mereka berevolusi… Saya merasa kami hadir dengan sebuah petualangan yang solid dengan rasa dari sebuah kisah dongeng. Saya ingin menyimpan rasa itu dan tidak mencoba untuk melenceng dan membuat sesuatu yang berbeda atau radikal, tapi hanya ingin merangkul ceritanya dan bersenang-senang dengan itu, dan tahu bahwa para raksasa ini akan kelihatan keren dan ceritanya akan menyenangkan.”
2. Pembunuh menjadi pembantai
Film “Jack the Giant Slayer” sebelumnya diberi judul “Jack the Giant Killer”. Namun, beberapa bulan menjelang rilisnya, kata “killer” (pembunuh) pun diganti menjadi “slayer” (pembantai) karena dirasa kurang pas untuk menjadi judul sebuah film dengan rating PG-13.
“Ya, saya pikir selalu ada perasaan bahwa kata ‘killer’ itu terlalu kasar untuk sebuah film keluarga. Itu adalah sesuatu yang sangat kontemporer. Membantai adalah sesuatu yang dilakukan orang pada naga-naga dan raksasa-raksasa, jadi kami pikir lebih baik kembali pada judul yang lebih mitologis. Sepertinya bukan kejutan kalau ini terjadi setelah tragedi mengerikan di Colorado [penembakan di Aurora] itu. Saya pikir judulnya memang akan diganti. Kebetulan saja hal itu terjadi setelah kejadian tersebut,” kata Singer.
3. Perempuan bernama John
Naskah film dan versi yang akhirnya tampil di layar lebar tak jarang memiliki perbedaan. Tahukah Anda bahwa dalam naskah awalnya, ketika Jack dan Isabelle bertemu untuk kedua kalinya, sang putri berpura-pura untuk menjadi seorang pria bernama John?
“Di naskah yang awal, versi yang kami pakai untuk syuting, ketika Isabelle muncul di rumah Jack, ia sebenarnya sedang berpura-pura menjadi seorang anak laki-laki dan ia sedikit merendahkan suaranya karena tak mau dikenali sebagai sang putri. Kami punya momen lucu ketika ia berpura-pura bahwa namanya sebenarnya adalah John, dan sayang sekali ketika kami sampai di tahap penyuntingan, kami merasa bahwa adegannya tidak terlihat sebaik yang kami harapkan, jadi mereka menggantinya dan sejak saat itu ia hanya menjadi putri yang sedang menyamar saja,” kata Tomlinson dalam wawancaranya dengan situs Collider.
4. Lokasi syuting kerajaan Cloister
Lokasi syuting kerajaan Cloister tersebar di Inggris. Sebagian besar bagian-bagian Istana Cloister dibangun oleh tim produksi di Longcross Studios di Surrey. Sementara itu Katedral Norwich yang dibangun di tahun 1100-an dibuat sebagai ruang tahta Raja Brahmwell. Interior dalam istana sendiri banyak yang memanfaatkan lokasi di Katedral Wells. Selain karena punya nuansa gothic, katedral ini juga dipilih karena memiliki koleksi stained glass abad pertengahan yang cukup banyak.
5. Lokasi syuting negeri Gantua
Meski ditinggali para raksasa, Bryan Singer ingin agar proporsi alam yang dapat ditemukan di Gantua memiliki bentuk yang mirip dengan keadaan di Bumi. Karena itu, dipilih lokasi yang terlihat realistis. Penampakan Gantua yang paling awal terlihat — tempat patung kepala gargoyle menyemburkan air — dibangun di sebuah bukit di Bourne Wood, Surrey. Dengan bantuan CGI, patung-patung gargoyle ini pun diperbanyak dan dibuat mengelilingi perbatasan Gantua, membuat tempat ini seakan-akan berlokasi di atas awan.
Daerah hutan Gantua, lengkap dengan jalan setapak, selokan, batu-batu yang berlumut, serta pohon-pohon dengan bentuk aneh direkam di hutan di daerah Dean, Gloucestershire. Selain itu, ngarai yang membelah daerah Gantua direkam di Cheddar Gorge di Somerset, barat daya Inggris.
6. Pohon kacang Jack
Pohon kacang raksasa yang tampil dalam film ini dibuat dengan menggabungkan efek visual dan bahan-bahan seperti tripleks, plester, busa, serta karet. Bagian-bagian yang tidak dibangun oleh tim produksi, seperti bagian yang menjalar, sulur-sulur, dan dedaunannya, semua ditambahkan dengan CGI.
Tim produksi membangun dua batang pohon yang diletakkan di sisi yang berbeda dari panggung yang dipakai. Jadi, ketika Jack dan Elmont menyeberangi dua batang ini, mereka memang melewati jarak yang cukup jauh dan harus melakukan adegan itu sendiri.
7. Aksen Irlandia Utara
Meski punya banyak bentuk dan beragam kepribadian, para raksasa yang tinggal di Gantua tetap punya satu persamaan yang membuat mereka semua terasa seperti sebuah kelompok yang telah lama hidup bersama. Bill Nighy yang berperan sebagai Fallon si jenderal raksasa mengusulkan bahwa semua raksasa ini punya satu aksen yang sama saat mereka berbicara.
“Bryan [Singer] ingin agar mereka tidak hanya dapat dibedakan secara fisik satu sama lain, tetapi ia juga ingin bahwa secara vokal, mereka disatukan dengan cara dimana sebuah ras yang terpisah mungkin telah berevolusi, jadi saya sarankan semacam aksen Irlandia Utara,” kata Nighy dalam catatan produksi filmnya.
8. Suara serak Fallon
Bila di filmnya suara Fallon terdengar agak serak, itu karena Bill Nighy ternyata punya cara yang agak ekstrem untuk mendapatkan karakter suara yang cocok. Ternyata, setiap pagi sebelum syuting dimulai, Nighy akan tinggal sebentar dalam mobilnya, menutup jendela, lalu berteriak-teriak selama 20 menit sampai suaranya habis. Tak heran, saat pertama kali mendengar Nighy datang ke lokasi dengan suara yang serak, Bryan Singer pun mengira bahwa sang aktor sedang sakit.
9. Adonan kue Elmont
Sebagai Elmont, Ewan McGregor hampir dimakan raksasa dan bahkan dipanggang di oven. Bagaimanakah pengalaman McGregor berubah menjadi kue gulung? Dan apakah ia benar-benar dibungkus dengan adonan kue?
“Ya, itu memang benar-benar adonan kue. Dan divisi perlengkapan harus menghabiskan berminggu-minggu untuk mencari adonan yang paling tepat, supaya tidak akan lengket di set, tapi tetap terlihat dan bereaksi seperti adonan sebenarnya. Jadi Anda bisa memanggang saya, dan saya tetap akan terasa lezat,” kata McGregor berkelakar dalam wawancaranya dengan The Hitlist.
10. 2000 Kostum
Karena melibatkan banyak pemeran dan juga banyak melibatkan adegan aksi yang menyertakan ratusan pemeran pembantu, sang desainer kostum, Joanna Johnston, harus menyiapkan kurang lebih 2000 kostum yang dijahit dengan tangan dan terbuat dari kain khusus yang dirancangnya sendiri. Johnston sendiri mendapat inspirasi untuk membuat kostum-kostum ini dari gaya yang diciptakan Pieter Bruegel dari tahun 1500-an dan William Waterhouse dari abad ke-19, Alexander McQueen, sampai gaya-gaya yang ada di jalanan saat ini, dan mengkombinasikannya dengan bentuk baju abad pertengahan, tapi dengan jenis kain dan palet warna yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar